Detail Artikel

Nikmati Bacaan & Temukan Insight Terbaru

Dapatkan informasi lengkap di bawah dan jelajahi rekomendasi artikel lainnya.

Papan Target Program dan Strategi yang Penuh Lubang

Dibuat oleh:
Foto penulis Akhmad Sugandi S.P, M.A.P
16 October 2025 07:13 WIB  •  Manajemen
13 kali dilihat 0 komentar

Bayangkan ada dua papan target. Papan pertama bersih, mulus, tanpa satu pun goresan. Papan kedua penuh dengan lubang bekas anak panah, banyak di antaranya meleset jauh dari titik tengah. Secara naluriah, kita mungkin akan memuji papan target yang bersih sebagai simbol kesempurnaan. Namun dalam kerja-kerja organisasi seperti Kilau Indonesia, saya justru lebih khawatir melihat papan target yang bersih itu. Papan yang tak tersentuh itu melambangkan program dan strategi yang tidak pernah dicoba, ide yang tidak pernah diuji, dan risiko yang tidak pernah diambil karena takut gagal. Sebaliknya, papan yang penuh lubang, meski terlihat berantakan, adalah bukti adanya upaya, eksperimen, dan yang terpenting, proses belajar. Setiap lubang adalah data. Setiap anak panah yang meleset adalah pelajaran berharga.

Di sektor kami, taruhannya sangat tinggi. Kegagalan sebuah program bukan sekadar kerugian finansial, tapi bisa berarti hilangnya kepercayaan masyarakat atau terbuangnya kesempatan. Tekanan ini sering kali mendorong kita untuk "bermain aman". Kita cenderung mengulang program dan strategi yang sama dari tahun ke tahun, yang hasilnya sudah pasti, meskipun dampaknya mungkin biasa-biasa saja bahkan cenderung linier menurun,daripada mencoba pendekatan baru yang punya potensi dampak jauh lebih besar tapi juga mengandung ketidakpastian. Tanpa sadar, kita lebih memilih papan target yang bersih. Inilah yang saya sebut sebagai kegagalan pasif: gagal karena tidak bertindak.

Hal ini sangat berkaitan dengan cara kita memandang kemampuan dan usaha. Psikolog ternama dari Stanford University, Carol Dweck, memperkenalkan konsep yang sangat relevan, yaitu growth mindset atau pola pikir bertumbuh. Seseorang dengan pola pikir ini percaya bahwa kemampuan bisa dikembangkan melalui kerja keras dan belajar dari pengalaman. Ketika sebuah program penyuluhan gizi tidak dihadiri banyak ibu, tim dengan pola pikir bertumbuh akan bertanya, "Apa yang bisa kita pelajari dari sini? Mungkin waktunya tidak pas? Mungkin cara komunikasinya kurang tepat?" Mereka melihatnya sebagai kesempatan untuk memperbaiki strategi. 

Sebaliknya, fixed mindset atau pola pikir tetap menganggap kemampuan adalah bawaan. Kegagalan adalah bukti final bahwa kita tidak mampu. Tim dengan pola pikir ini, saat menghadapi situasi yang sama, mungkin akan menyimpulkan, "Tim ini memang sulit diajak maju," lalu berhenti mencoba. Pola pikir inilah yang membuat papan target tetap bersih. Padahal, tujuan kita bukanlah untuk membuktikan bahwa kita punya program dan strategi yang sempurna sejak awal, melainkan untuk terus belajar agar bisa membantu dengan lebih baik. 

Tentu saja, untuk terus melepaskan anak panah meski sering meleset dibutuhkan energi yang luar biasa. Di sinilah konsep grit atau ketabahan, yang dipopulerkan oleh psikolog Angela Duckworth, menjadi penting. Grit adalah perpaduan antara gairah (passion) dan kegigihan (perseverance) untuk mencapai tujuan jangka panjang. Dalam dunia kemanusiaan, gairah kita adalah misi sosial itu sendiri. Kegigihan adalah kekuatan untuk terus mencoba berbagai pendekatan, menguji coba program rintisan skala kecil, mengukur hasilnya, dan beradaptasi berdasarkan data di lapangan, bukan asumsi di ruang rapat. 

Ketabahan bukan berarti keras kepala menjalankan strategi yang jelas-jelas tidak berhasil. Ketabahan adalah tentang kesetiaan pada visi,misalnya, "satu ambulance setiap kantor pelayanan", namun fleksibel dan rendah hati soal strategi untuk mencapainya. Papan target yang penuh lubang menunjukkan adanya ketabahan dalam mencoba, sekaligus kecerdasan untuk terus menyesuaikan bidikan.

Pada akhirnya, ketakutan terbesar bagi lembaga kemanusiaan seharusnya bukanlah pada satu-dua program yang gagal, melainkan pada kemungkinan kita menjadi tidak lagi relevan karena takut mencoba hal baru. Kegagalan yang sesungguhnya adalah ketika kita berhenti belajar dari masyarakat yang kita layani. Membiarkan papan target kita tetap bersih adalah sebuah kemewahan yang tidak bisa kita miliki.

Inilah semangat yang harus terus kami pupuk di Kilau Indonesia, dengan harapan setiap upaya kami, bahkan yang belum sempurna, menjadi pembelajaran untuk menciptakan dampak yang berkelanjutan bagi organisasi kami dan masyarakat.

 

Komentar

Tinggalkan Komentar

Campaign Kilau Indonesia

Customer Service ×